Pages

Tapi Bukan Aku...

inspired by friend

Melihat parasmu buat jantungku berpacu,
Menatap matamu buat pandangku kaku,
Menjabat tanganmu buat hatiku bisu,
Mendengar suaramu sejukkan hatiku,

Tapi...
Tak pernah kau sadari itu,
Tak pernah kau mengerti itu,

Kadang kubertanya pada diriku,
Apa kau rasakan hal yang sama,
Saat kau tatap aku,
Saat kau tersenyum padaku,

Tapi aku tahu,
Siapapun itu,
Bukan diriku yang ada dalam hatimu,

Namun jangan buat aku berharap,
Akan rasa ini,
Karna itu hanya angan sesaat,
Yang bisa jatuhkan diriku,

Melihatmu dengannya,
Bukan maksudku tuk cemburu,
Akan bahagia dirimu,

Kini kucoba hilangkan rasa itu,
Karna kutahu,
Dia bukan Aku...

original post by : yoyos

Jangan Menangis Karna Cintamu


inspired by friend


Pagi yang cerah,
terasa seperti senja,
Malam yang indah,
terasa seperti hampa,

     Kau menangis,
        dihadapanku kau merintih,
               Mengingat perbuatannya yang sadis,
        hingga buat hatimu pedih,

  Dengan jelas ku melihat,
   air matamu yang kian menghujan,
  Walau sekuat apapun kau tahan,
tapi ku tahu kau tak kan kuat,

        Ingin sekali ku peluk dirimu,
        tenangkanmu dalam pelukanku,
        Ingin kulihat kau tersenyum,
        dan membawa nuansa harum,

   Tapi seakan sia-sia,
    aku hanya bisa terdiam,
    dengar tangismu yang kian gempar,

         Aku akan terus menunggu,
        hingga kau akhirnya diam,
        dan lupakan kisah cintamu,

         Hingga kau bisa tersenyum,
       songsonglah hari esokmu,
       dan lupakan kisah lalumu.


original post by : yoyos

THE END (happy ending story) part 2

Aku menoleh perlahan-lahan setengah tidak percaya dengan apa yang akan segera kudapati. Benar saja, ternyata firasatku benar. "Dad..." teriakku sambil memeluk ayah tercintakku yang selama 5 tahun ini kurindukan. terakhir kali aku bertemu dengannya saat aku megunjunginya di New York ketika ia sedang menjalankan tugasnya sebagai dokter disana. "Sedang apa dad disini?" tanyaku sambil memandang ayahku lekat-lekat. "Dad kesini karena rindu padamu sayang". Jawab dad sambil tersenyum. "Aku juga rindu sekali denganmu, Dad". Jawabku sambil memeluknya dengan erat. Di sudut lain Pak Jake dan Bu Mila memandangi kami dengan haru. Maklum semenjak Mom dan Dad berpisah aku jarang bertemu Dad. Karena aku tinggal bersama Mom di Jakarta sedangkan Dad tinggal di Inggris. Jarak yang sangat jauh itulah yang membuatku jarang bertemu dengannya. Walaupun kami sering berkomunikasi, baik lewat email atau telepon. Betapa bahagianya aku sekarang.

“Teng...teng...teng...” bel tanda sekolah telah usai berbunyi. Seluruh siswa berhamburan keluar dan bergegas pulang. Aku dan ayahku berjalan beriringan di sepanjang koridor dari ruang kepala sekolah menuju ruang kelasku. Semua anak-anak melihat ke arah kami. Mungkin mereka heran siapa orang asing yang menggandeng tanganku. Pantaslah mereka heran, karena mereka pasti belum pernah bertemu dengan ayahku yang seorang kulit putih ini. “Siapa laki-laki itu? Apa dia ayah Zha si ‘primadona’ sekolah kita?” bisik salah satu dari mereka dengan suara samar-samar. “Pasti itu ayahnya, lihat deh dari ujung kaki sampe ujung kepala mirip banget kan? Denger-denger juga, ayahnya Zha itu orang London gitu”. Jawab salah satu temannya. Ya, memang benar aku dan ayahku kelewat mirip. Setidaknya banyak yang bilang begitu. Ayahku berambut pirang sedangkan aku agak kecoklatan. Ayahku bermata coklat bening sama dengan warna mataku dan kulitku sama seperti ayahku, putih berseri. Memang banyak kesamaan antara aku dan ayahku.
Tak terasa kami sudah hampir sampai. “Dimana kelasmu sayang?” tanya Dad pelan. “Ada disebelah sana, tak jauh dari sini”. Jawabku sambil menunjuk ruangan tengah yang jelas terlihat lebih besar dari kelas lainnya. “Yang ini?” tanya Dad sekali lagi setelah sampai di ambang pintu kelasku. “Ya, benar sekali Dad” jawabku memujinya. “Hmm, kau masuk kelas istimewa sayang?” tanya Dad setelah membaca papan bertuliskan ‘Internasional Class’ yang dipasang tepat diatas kelasku. “Yeah, well...seperti yang dad harap bukan?” celetusku ambil melirik padanya. Dad membalasku dengan senyuman. Di dalam kelas aku melihat Dira tersenyum padaku. Akupun membalas senyumnya dan berjalan menghampirinya. “Hei, gue denger bokap lo pulang ya?” tanya Dira penasaran sambil mengerling padaku. “Tau dari mana lo?” jawabku, berusaha menjaga agar nadaku tetap normal. “Kata anak-anak tadi lo jalan bareng sama bule gitu” jawab Dira antusias. “Yeah, bokap gue pulang karna dia kangen sama gue” celetusku. “:So, tadi lo dipanggil gara-gara bokap lo kesini?” tanya Dira keheranan. “Yup, bener banget. Yaudah kalo gitu gue mau pulang dulu. Kasihan dad nunggunya lama. Bye Dira, ntar gue telpon ya, ok?!” jawabku mengakhiri obrolan kami. “Emang dasar nasib gue, selalu aja sdicampakkan alias ditinggal gitu aja” gerutu Dira kesal. Kata-kata itu membuatku tersenyum kecil, lalu aku menengok kearahnya. “Dira cantik! Jangan marah dong. Lain kali pasti nggak akan gue tinggal kok, ok” teriakku pada Dira. “Ahh, lo Zha paling bisa deh buat gue seneng” jawab Dira sambil tersenyum padaku. “Ok gue janji. Gue balik dulu ya, lo juga cepetan pulang sana! Bye” jawabku sambil melangkah pergi ke tempat Dad menungguku. “Ok, hati-hati ya, jangan lupa telpon gue nanti, ok?!” teriak Dira. “Sip deh” jawabku sambil mengacungkan ibu jariku padanya.
Sambil membawa tasku, aku menuju ketempat dimana Dad menungguku. Aku berjalan berirngan dengannya. Aku sudah tidak sabar untuk segera pulang ke rumah, inginku melihat bagaimana respon mom saat tahu dad datang mengunjunginya. Kami berjalan menuruni tangga dan koridor. “Sekolahmu cukup luas, apa kamu senang bersekolah disini sayang?” tanya Dad padaku. “Yeah, aku suka sekali sekolah disini. Semua orang  disini ramah padaku” jawabku meyakinkannya. “Syukurlah kalau begitu” jawab Dad lega. Disepanjang perjalanan kami asyik mengobrol dengan santainya. Seperti baru saja bertemu dengan kawan lama, kami membicarakan banyak hal dengan topik yang berbeda-beda pula. Hingga tak terasa kami sudah sampai di rumah.kami bergegas turun dari mobil, aku berlari kecil dan Dad mengikutiku di belakang. Akupun membuka pintu dan berteriak “Mom, lihat siapa yang datang!”. Sontak ibuku berlari ke ruang tengah. “Siapa sayang?” tanya mom. “Lihatlah!” pintaku padanya. Mom kaget bukan main melihat Dad berdiri di ambang pintu. “Mike” gumam Mom. Mom berlari menuju tempat Dad berdiri dan memeluknya erat. Tersirat kegembiraan yang sangat besar di wajah Mom hingga meneteskan air mata. “Aku merindukanmu” kata Mom sambil menangis. “Jangan menangis, aku juga selalu merindukanmu” jawab Dad sambil mengusap airmata Mom yang mengucur deras. Aku tahu Mom dan Dad masih saling mencintai dan mereka juga berpisah secara baik-baik. Mom sudah lama merindukan Dad, aku tahu itu. Begitu juga dengan Dad yang sangat merindukan kami berdua. Aku tak tahu sudah berapa lama kami tidak bisa berkumpul seperti ini.
Setelah makan malam aku bergegas menelepon Dira dan aku menceritakan semua hal yang kualami hari ini. Tak kusangka setelah kupikir-pikir kepedihan yang sempat kualami dulu akibat perceraian orangtuaku kini sudah berakhir. Walaupun masih menyisakan sedikit luka dihatiku. Meskipun tak sesempurna dulu, kini aku akan mencoba menjalani hidup ini lebih baik lagi dengan penuh ketegaran. Aku tak mau menengok ke belakang lagi, karena itu semua hanya akan melukai hatiku. Mempersulit keadaanku yang mencoba bangkit dari keterpurukan di masa lampau. Mulai sekarang aku bertekad untuk terus melangkah maju menyonsong masa depanku yang cerah. Menatap dengan penuh harap, karena disini ada orangtuaku, orang-orang yang aku cintai dan sampai kapanpun mereka akan selalu ada untukku, mereka akan selalu mendukungku, memberikan semua yang terbaik bagiku.
~END~

original post by: yoyos

THE END (happy ending story) part 1


"Kini aku sadar, aku bukan Zha yang dulu lagi.
Melainkan Zha, yang telah bangkit dari keterpurukan"




"Woey Zha!!!" teriak Dira di telingaku yang kelewat keras itu membuyarkan lamunanku. Suaranya yang bergema di telingaku, membuatku tersentak seketika. "Apa-apaan sih lo! Ngagetin orang aja, pelanin dikit napa?" jawabku kesal. "Abisnya lo juga sih kerjaannya ngelamun mulu". Dira membalas dengan tajam. Seakan-akan aku sudah terlalu sering melamun, sampai-sampai orang disekitarku merasa terusik dengan kebiasaanku yang sangat membosankan. "Emang kenapa? Lo ngiri? Hahh?!" tanyaku sambil mencondongkan badanku ke arah Dira yang sedang tersenyum lebar. "Idih, ngapain ngiri?! Kayak nggak ada kerjaan aja. Emang yang bisa lo lakuin cuma ngelamun terus?" jawab Dira dengan nada sedikit menyindir dengan suara serak-serak basahnya yang khas itu padaku. "Enak aja lo! Emang lo yang bisanya ngegosip gak jelas itu! Yaudahlah daripada kita ngeributin hal gak jelas ini, mending kita pergi ke kantin yuk", ajakku sambil tersenyum untuk meredakan sedikit hawa panas diantara kami. "oke, gue setuju. Buruan udah laper ni!" jawab Dira penuh semangat. Kami berdua segera menuju ke kantin dan berharap tak usah mengantri terlalu lama lagi. Sesampainya di kantin, kami bersyukur kantin hari ini tidak terlalu ramai seperti biasanya. Walaupun udara tidak jauh berbeda pengapnya dari biasanya di kota Jakarta yang penuh sesak ini. Kamipun segera mengantri dan segera mengambil menu makan siang hari ini. Aku cukup mengambil satu potong roti isi daging ukuran sedang, sebotol susu dan buah apel. Hari ini menuku berbeda dari hari biasanya yang seporsi menu lengkap plus buah apel segar. Hari ini aku makan sedikit, karena aku terlalu kenyak untuk makan banyak sekarang. Baru saja setelah menaruh nampan di atas meja, terdengar suara pengumuman dari speaker. "Panggilan untuk siswi Zhahara Varera Michael Thomson dimohon segera menuju ruang kepala sekolah, atas perhatiannya diucapkan terimakasih", bunyi dari pengumuman itu. "apa-apaan sih, masak jam segini udah dipanggil. Kayaknya belum waktunya deh" gerutuku kesal. "Itulah nggak enaknya jadi murid idaman", celetuk seorang anak laki-laki yang berada di sebelah meja kami."Yang benar saja, baru saja aku merilekskan otakku sejenak sudah dipanggil untuk mengerjakan soal-soal rumit setingkat S1-S2 itu", pikirku. "Buruan Zha, ntar telat lho!" kata Dira mengingatkan. "Iya-iya, bentar napa ni juga udah cepet kok" jawabku sambil memakan roti isi dan meminum sebotol susu itu. "Duluan ya Dir, gue tinggal dulu. See you..."sambil bergegas aku berlari meninggalkan kantin. "Good luck ya Zha!" teriak Dira yang masih bisa kudengar. Aku berlari sambil tersenyum kecil, rasanya aku bertambah semangat setelah mendengar kata-kata Dira tadi. Aku berlari sekuat tenaga, dan akhirnya sampailah aku di depan ruang kepala sekolah. "Permisi", sambil mengetuk pintu aku menunggu jawaban. "Masuk", kata Bu Mila wali kelasku yang kebetulan ada di ruang kepala sekolah. "Anda memanggil saya?" tanyaku sambil melirik Bu Mira dan Bapak Kepala Sekolah bergantian. "Ya, benar sekali. Kemari dan duduklah Zha", jawab Pak Jake selaku kepala sekolah di SMA Bina Nusantara Raya. "Mungkin kamu akan sedikit terkejut dengan apa yang telah kami dapati". Kata Pak Jake yang membuatku penasaran. "Apa maksud anda?"jawabku penasaran. "Lihatlah siapa yang datang." Seketika aku kaget bukan main, rasanya suara itu familier di telingaku, dengan cara bicaranya yang kebule-bulean. Suara itu, suara orang yang sudah lama sekali kurindukan, orang yang selama ini ingin kutemui.

to be continued.....